Tersesat Dalam Alur Carita

Perjalanan dari kost ke kampus atau sebaliknya hanya butuh 10 s/d 15 menit bila ditempuh dengan jalan kaki. Dalam perjalan pulang aku lebih suka mengambil waktu sore, sebab selain perjalanan tidak terasa lelah, juga banyak ide yang lalu lalang hilir mudik. Jalan yang begitu riuh dangan geraman suara motor ataupun mobil tak putus asa menggoda langkah imajinasiku. Namun aku bayangkan keramaian jalan seperti lorong kosong yang membentang antara kost dan kampus. Tak ubahnya lorong gedung B di kampusku yang sunyi, sepi, dari ujung keujung di kala larut malam. Tapi khayalan lorong sepia itu hilang saat aku bertukar sapa, menawar senyum, atau bahkan menjual pandangan pada area sekitar jalan. Oke, itu hanya sekadar pengantar saja.

Beberapa minggu ini saya dan beberapa teman-satu tim-menjelma sebagai seorang detektif dengan peratalan seadanya, seperti pensil, kertas, dan buku catatan. Kami memiliki misi yang cukup membosankan-saat kami tidak menemukan jejak terdakwah yang berusaha lari dari sergapan kami- lantaran tim yang mengandalkan praduga dengan alibi yang juga masih samar dalam pikiran kami. Misi kami adalah mencari Alur cerita Novel terjemahan "Imroatani Fi Imroatin".

Kita memulainya dengan berusaha membaca teks yang diterjemahkan kurang lebih 24 orang. Setelah kam menelusuri masing-masing pristiwa akhirnya kami tersesat dalam kebingungan. Teks yang menjadi kompas perjalanan alur cerita ternyata masih banyak lekungan yang tertinggal. Pencarian alur yang diberikan oleh Nawal As-Sadawy sangatlah berhasil mengecohkan penelusuran.

Kami mencarinya diberbagai tempat yang dikira berkumpulnya komplotan ide dan imajinasi mengadakan majlis. Di tempat orang memadu pandang, mencari Tuhan, di pahitnya kopi, di manisnya coklat, di gerimis hujan. Namun ternyata komplotan itu sudah pindah sebelum kami mendatanginya, mungkin mereka tau kalau kami akan minta bantuan untuk menemukan alur cerita.

Tersesat! kami tersesat. Apa yang akan kamu lakukan jika tersesat dalam perjalanan?, berhenti atau kembali ke jalan awal. Bisa itu yang menjadi pilihanmu. Yang jelas juga menjadi pertimbangan kita. Tersesat memberi kami dua jalan itu dan ketersesatan kami ini seperti berada ditengah lautan, tenggelam dengan keterputus asaan atau kembali ke bibir laut dengan lelah ganda. Tentunya kami memilih pilihan ketiga, terus berenang menuju ujung laut dengan kepuasan dan kebanggan diri.

Penasaran dengan alur cerita, tak lekang menghentikan langkah penelusuran jejak yang kami temukan perlahan setelah berulang kali kami berkeliaran di dalam novel itu. Mungkin cukup dulu, ini lagi on the way di dalam jalur terjemahan. Takut ada jalan yang terlewati lagi, biar tak tambah kesasar.

010_rjz

Comments

Popular posts from this blog

Punahnya Tempat Bersejarah termakan Zaman Modern; Candi Badut

Radio Di Zaman Kekinian

Bahasa Dunia