Belajar Dari Cerita

  
  Mereka mengajariku hidup lewat pena"



Belajar selalu berkonotasi dengan guru, murid, kelas, buku pelajaran, dan segala bentuk benda atau kegiatan yang berbau pendidikan dengan teori yang terbatas. Namun sesekali seharusnya kita juga belajar kehidupan diluar apa yang tidak diajarkan di kelas, ruang kuliah, walau sama-sama belajar dari sebuah buku.

Bagiku, mereka-yang mengajari lewat sebuah cerita-adalah guru yang mengajari perjalanan, bersikap, mengenal diri sendiri, dan bahkan memaknai sebuah kegagalan dalam hidup. Itulah pelajaran yang tidak mungkin kita jumpai jika tidak membaca.
Dalam pengantar novel yang ditulis oleh M Aan Mansyur sudah memberiku banyak pelajaran yang mungkin kisahnya kembali terjadi dalam kisahku. Dimana desanya yang ia beri nama desa Biru, desa yang dipenuhi padang-padang dan hutan hijau kita sudah menjadi ruang menjemukan dipenuhi gadis-gadis memamerkan pusarnya dan dadanya, juga anak-anak kecil yang kurang ajar pada bapak ibunya. Pastinya perubahan itu juga rasakan saat ini, bisa saja kita juga menjadi pelaku perubaha itu.

Dalam hidupnya ada dua sosok yang membuatnya mengerti bahwa hidup itu tidak sama fitrah asalnya. Ialah ibu dan neneknya, lantaran mereka berdua adalah pekerja keras. Dalam ceritanya banyak perempuan desanya harus mengarap sawah dan ladang, mengurus rumah, anak-anak sementara suami mereka merantau jauh di Malasyia, Kalimantan, dan daerah lain. Hal tersebut mungkin didasari perekonomian yang harus dicari. Itu mengingatkanku pada beberapa sahabat, dan tetanggaku yang juga memilih jalur merantau ke negara tetangga, Malaysia. Hidup sebegitu kerasnya saat ini.

Ia juga mengajari tentang betapa pentingnya membaca. Ia yang mengenal yang namanya buku oleh kakeknya itu. "Tak ada sekolah sehebat buku-buku, tak ada sahabat sesabar halaman buku", katanya. Ditambah lagi pikiranya yang menyatakan bahwa alangkah menyedihkan orang-orang yang tak mau atau tak suka membaca buku. Kalimat terakhir benar-benar menusuk mata. Salama ini sudah berapa banyak waktu yang tersiakan tanpa membaca. Mungkin itu alasan Allah menurunkan ayat petama berkenaan dengan membaca, mungkin karena susahnya melakukan hal itu walau kita tahu secara gamblang bahwa kita hidup dimulai dengan membaca. Segalanya ada pada membaca.


Banyak tulisan lainnya yang mengajak kita berkelana dalam masa lampau, juga memberi pelajaran menghadapi yang ada pada masa ini.
Dari kesulitan kita mengerti ketabahan. Dari kesederhanaan kita mengerti keadaan. Dari cerita kita mengerti sejarah. Darimu aku mengerti kejujuran. Wallahu a'lam.
rjz-010

Comments

Popular posts from this blog

Punahnya Tempat Bersejarah termakan Zaman Modern; Candi Badut

Radio Di Zaman Kekinian

Bahasa Dunia