Beri Aku Jalan

Selalu mengesankan. Semua tulisan yang kuanggap memang lahir dari hati dan dituangkan dengan imajinasi. Aku merasa ingin berguru padanya, lewat sajaknya, kisahnya, dan kehidupan yang serba berkecukupan air mata. Barangkali mereka dilahirkan dari air mata bening, nyatanya itu bukan kesedihan untuk mereka, tapi kesedihan adalah jalan yang memang dipilih untuk mengerti bahagia yang akan dielu-elukan akhhirnya.

"Bagaimana mereka menangis lewat sajak?." Sungguh aku ingin menanyakannnya. Seharusnya ujung huruf dari sajak yang ditulis atau bahkan lembaran yang disengaja menanggung sajak itu dipenuhi genangan. Basah dan membuat lembaran itu hancur. Ah, itu imaji berlebihan. "Berapa banyak buku yang mereka baca?". Ah, selalu saja aku kalau kalau ditanya berapa banyak buku yang kubaca, karena jawabannya sudah jelas, tidak banyak. Sedangkan jawaban yang akan mereka berikan untuk pertanyaan itu, "sebanyak lembaran buku yang kau baca." Wah, tentu itu sulit ucapkan dalam bentuk angka. Selalu begitu.


"Kenapa menulis begitu mudahnya bagimu?." Kembali kubertanya, seperti itu. Tentu!. Kau melihatnya begitu mudah, namun kau belum tahu seperti apa aku memulainya dulu--awal kali aku mengenal huruf-huruf. Mungkin jawaban mereka begitu, kira-kira. Pastinya mereka membiasakan menulis untuk merasakan kenyamanan dan kemudahan seperti saat ini. Latihan yang lebih dari sekedar sering, bisa saja iseng-isengnya menghasilkan banyak lembaran. Sungguh!, aku iri pada mereka.

"Tolong!, beri aku jalan untuk menulis yang belum sempat kalian tulis. Tolong!." Aku akan memohon sedemikian pada mereka, walau tentu masih banyak kisah yang belum mereka ceritakan lewat sajak dan cerpen mereka. Aku tahu itu, karena setiap detik yang kita lewatkan menyimpan ribuan kisah sederhana, yang barangkali mampu kita tulis disini. Ya, barangkali. Kalimat itu, mungkin sekadar ingin memotivasi diri, agar aku tidak kalah mengabadikan peristiwa yang pernah dan yang akan terjadi.

Sudah!. Terima kasih untuk semua. Pesan Tuhan masih banyak, ayo kita ceritakan.!


Comments

Popular posts from this blog

Punahnya Tempat Bersejarah termakan Zaman Modern; Candi Badut

Radio Di Zaman Kekinian

Bahasa Dunia